Friday, April 30, 2004

Pondok Pesantren Putri Ummi Kalsum Mengangkat Derajat Muslimah Nias

Sumber: Republika Online - Jumat, 30 April 2004

Mengadopsi strategi pembelajaran UNESCO, pondok pesantren ini bergiat untuk menciptakan lulusan yang terampil, pandai, dan mandiri.
Selama ini, asosiasi orang tentang Pulau Nias adalah sebuah pulau yang didiami warga mayoritas beragama kristen, atau kalau tidak animisme. Tidak banyak orang yang tahu bila di Pulau Nias komunitas Muslim telah bermukim lebih dari 200 tahun di sana.


Asosiasi mereka memang tidak sepenuhnya keliru. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, umat Islam yang mendiami pulau di tengah Samudera Hindia itu berjumlah tak kurang dari 38.698 jiwa. Sementara itu, total populasi penduduk Nias adalah 674.043 jiwa.
Pulau Nias merupakan pulau terbesar di Kabupaten Nias yang terdiri dari 132 kepulauan. Pulau yang terletak di sebelah barat Provinsi Sumatra Utara ini memanjang ke arah utara selatan dengan panjang 120 km dan lebar 40 km.

Yang lebih menarik, di tengah perkampungan warga Nias yang didominasi masyarakat beragama Kristen itu, telah berdiri pondok pesantren. Pondok pesantren itu pun tidak sembarangan. Seolah oase di tengah gurun tandus, Ponpes yang diberi nama Ummi Kalsum itu khusus memberdayakan santri perempuan atau santriwati.

Menurut Ketua Yayasan Pondok Pesantren Putri Ummi Kalsum, HM Danial Tandjung, pendirian Ponpes ini dimaksudkan untuk memberdayakan wanita Nias, terutama muslimahnya. Selama ini, budaya Nias yang mendasarkan pada garis keturunan bapak (patriarkal), memposisikan wanita sebagai warga kelas dua. Bahkan, sebagian warga Nias masih memiliki keyakinan belum dianggap mempunyai anak bila belum lahir seorang bayi laki-laki.

Padahal, Islam tidak mengajarkan demikian. Menurut Danial Tandjung yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, wanita mempunyai kedudukan yang strategis dalam menentukan arah kemana anak bangsa dibawa. ''Kita menginginkan agar wanita mempunyai pengetahuan yang cukup dalam mendidik anak-anaknya,'' kata Danial.

Berdasarkan Sensus penduduk tahun 2000, tingkat pendidikan muslimah Nias masih tergolong rendah. Menurut Danial, hanya sekitar 16 persen muslimahnya yang menikmati pendidikan tingkat SLTP dan SLTA. Dari data tersebut menunjukkan muslimah Nias masih sangat tertinggal dalam pendidikan menengah. ''Akibatnya, kontribusi mereka terbilang rendah dibandingkan dengan laki-lakinya.''

Penyelenggaraan pendidikan di Ponpes Ummi Kalsum ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan martabat perempuan. Pendidikan yang disediakan di pesantren ini setingkat tsanawiyah (SLTP) dan aliyah (SLTA).
Ponpes yang baru berdiri enam bulan lalu itu didesain khusus untuk meningkatkan kualitas SDM santriwati yang memenuhi standar kemampuan intelligent quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spiritual quotient (SQ) yang bersumber dari religious quotient (RQ). ''Jadi untuk membentuk muslimah yang bermoral, beretika, mempunyai kecerdasan, kesadaran, dan nilai-nilai spiritual yang tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata,'' tambah Danial yang terlahir di Pulau Nias 70 tahun lalu itu.


Oleh karena itu, pola pengembangannya didasarkan atas 50 persen pendidikan agama dan 50 persen pendidikan umum. Selain itu juga ditunjang dengan pengembangan ketrampilan, kewirausahaan, manajemen organisasi, teknik informasi, bahasa, dan ketrampilan khusus lainnya seperti bercocok tanam.


Alumni ponpes, katanya, diharapkan tidak hanya menjadi muslimah yang beriman dan bertakwa, tetapi juga mempunyai kecerdasan serta pengetahuan yang luas. Dengan bekal ketrampilan khusus, dapat menunjang kemandirian mereka dan keluarganya. Sebagaimana Allah telah janjikan dalam QS Al Mujadalah [58] ayat 11: ''Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.''


Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Ponpes mendatangkan tenaga pendidik yang berasal dari alumni pondok pesantren ternama seperti Ponpes Modern Gontor maupun perguruan tinggi dari berbagai daerah di Indonesia. Pengelola pondok pun mendasarkan strategi pembelajarannya atas enam hal, yang diistilahkannya sebagai learning to know, learning to do, learning to be, learning to life together, learning how to learn, dan learning throught life. Enam strategi pembelajaran itu diambil dari strategi yang direkomendasikan oleh badan dunia UNESCO.

Danial Tandjung memaparkan, ada lima tujuan strategis yang ingin dicapai dari pondok ini. Pertama, berikhtiar mencapai kesempurnaan dalam hubungan vertikal dengan Allah. Kedua, berikhtiar menjadi anggota masyarakat pilihan dalam hubungan horisontal dengan sesama manusia. Ketiga, berikhtiar memiliki kepribadian yang teruji. Selain itu yang keempat, berikhtiar memiliki kepribadian yang tangguh. Dan kelima adalah berikhtiar memecahkan masalah yang dihadapi secara teratur.


Untuk keperluan tersebut, kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan menjadi mutlak adanya. Danial Tandjung menjelaskan bahwa pihaknya melengkapi tempat belajar dengan gedung yang permanen, asrama, aula, masjid, dan ruang ketrampilan. Dan yang tak kalah penting adalah ketersediaan media transfer ilmu yang lengkap. Dalam hal ini adalah tersedianya perpustakaan yang dapat menjadi pusat alih ilmu dan pengetahuan bagi para santriwati.
Dengan mendapatkan bantuan dari Bank Indonesia, Ponpes Putri Ummi Kalsum berhasil menyediakan berbagai koleksi buku bacaan lebih dari 1.200 judul buku berbagai disiplin ilmu agama dan umum. ''Koleksi ini disediakan tidak hanya untuk para santriwati dan tenaga pendidik, tapi juga dibuka untuk umum,'' terangnya. Ke depan, fasilitas dan sarana yang akan dikembangkan meliputi puskesmas dan waserba. Selain bermanfaat untuk santri, langkah ini juga merupakan wujud peduli lingkungan dari ponpes.


Bantuan Buku Perpustakaan dari Bank Indonesia
Untuk menunjang proses belajar mengajar di Ponpes Putri Ummi Kalsum, Bank Indonesia memberikan bantuan berupa berbagai koleksi buku umum maupun agama. Secara resmi, buku yang disumbangkan sebagai bagian dari memperingati ulang tahun BI yang ke-50 itu, diserahkan langsung oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Anwar Nasution.

Mendampingi Anwar, Bupati Kabupaten Nias, Binahati B Baeha SH serta Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Nias, HS Umar Haula. Menurut Anwar, pemberian bantuan BI dalam bidang pendidikan ini merupakan yang ketiga kalinya, setelah sebelumnya BI memberikan bantuan di NTT untuk sebuah SD Inpres yang hampir ambruk. Yang kedua, bantuan yang sama diberikan di Gunung Kidul, Yogyakarta.
''Sumbangan di bidang pendidikan adalah investasi,'' ujar Anwar dalam kata sambutannya saat menyerahkan bantuan tersebut pekan kemarin (21/4) di Nias. Dia mengatakan bahwa sektor pendidikan di Indonesia sudah sangat terbengkalai. Ini terlihat dari sedikitnya anggaran negara untuk membangun sektor pendidikan.
''Ini karena kebanyakan uang negara digunakan untuk membayar utang luar negeri maupun utang dalam negeri.'' Menurutnya, budaya membantu pendidikan di Indonesia sangat kurang. Ini berbeda dengan di luar negeri. Kalau di negara maju, katanya, konglomerat menyumbangkan dana bagi pendidikan sudah menjadi budaya.

Meskipun pemberian bantuan untuk perpustakaan itu tidak seberapa, kata Anwar, tapi setidaknya telah menjadi wujud nyata keberpihakan BI dalam membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dia menyatakan bahwa perpustakaan dengan ketersediaan buku yang lengkap, merupakan faktor yang menentukan sukses tidaknya proses belajar mengajar. ''Karena buku adalah sumber informasi,'' imbuhnya.( has )