Wednesday, March 07, 2007

Tuhan, Ampuni Kami

Padang, Harian Singgalang, Rabu 7 Maret 2007

Gempa sehebat gempa Padang Panjang (1926) mengguncang seluruh wilayah Sumatra Barat Selasa kemarin. Getarannya terasa hingga Semenanjung , Malaysia . Sebanyak 72 orang meninggal dunia, ratusan luka-luka. Sampai tadi malam gempa susulan terus terjadi. Daerah terparah terkena gempa adalah Kabupaten dan Kota Solok. Daerah yang amat mengkhawatirkan Batipuh, Tanah Datar.

Data terakhir tadi malam menyebutkan bangunan yang rusak hampir mencapai 3.000 unit. Tak hanya rumah penduduk, tapi juga masjid, sekolah, surau serta berbagai fasilitas umum lainnya. Jalan negara Padang - Bukittinggi di Lembah Anai putus karena longsor menyusul gempa kuat itu. Beberapa mobil tertimbun di sana . Ratusan ribu warga tidur di luar rumah. Apalagi di Solok, Batu­sangkar dan Bukittinggi. Mereka kekurangan makanan, karena semua rumah makan tutup, masuk rumah pun takut. Ketakutan menjadi selimut malam, karena ada informasi bagalau gempa susulan bakal mengancam.

“Anak-anak saya kedinginan dan ketakutan,” kata seorang warga di Solok kepada wartawan Singgalang. “Bukittinggi seperti kota habis dilanyau kerusuhan,” lapor Cun Masido, wartawan Singgalang di sana . Gempa dangkal dengan kedalaman hanya 0-10 Km itu, berpusat di sekitar Malalo, Malalak, Sungai Puar dan Ngarai Sianok. Gempa pertama terjadi terjadi pukul 10.23 WIB dengan kekuatan 5,0 skala richter (SR). Gempa kedua 10.49 WIB dengan kekuatan 5,8 SR dan gempa ketiga terjadi 12.45 WIB dengan kekuatan 6,2 SR.

Petugas Badan Meteorologi dan Geofika (BMG) Padang Panjang, Sugeng kemarin menyatakan, gempa kuat itu hampir sama kuatnya dengan gempa Padang Panjang tahun 1926 silam. “Yang tahun 1926 itu, pusatnya juga dekat gempa sekarang, dinamakan gempa Padang Panjang, karena alat pencatatnya ada di Padang Panjang,” kata dia. Gempa Padang Panjang pada tanggal 28 Juni 1926 silam, pusatnya 0,7:LS- 100,0:BT kekuatan 7,6 SR dengan Skalami VII-IC.

Wartawan Singgalang dari berbagai daerah melaporkan pemandangan yang menyedihkan. Di Solok rumah-rumah rancak rata dengan tanah. Sekolah, masjid, bank, ambruk, menyisakan tangis panjang. Di Singkarak, rumah penduduk seperti memberi tanda-tanda kekuasaan Tuhan. Air danau naik setinggi empat meter. Untung kemudian susut kembali. Wartawan Singgalang dari Batipuh Kabupaten Tanah Datar mela­porkan, tak tertanggungkan pekik anak-anak sekolah ketika sekolah mereka runtuh. Dari Padang Panjang, kepanikan luar biasa menghun­jam kota itu. Kepanikan menjalar jauh sampai ke Bukittinggi dan Payakumbuh.

Ketika berita ini dibuat tadi malam, kantor Harian Singgalang di Jalan veteran, Padang sesekali digoyang gempa. Gempa bergoyang juga, tuts komputer dipencet juga. Redaksi berada di lantai III, karena sudah ‘imun' awak redaksi terus saja mengetik. Goyangan gempa juga dirasakan di provinsi tetangga. Di Pekanbaru (Riau) ratusan karyawan yang bekerja di bangunan bertingkat berhamburan. Haris Malben, karyawan Dinas Perikanan Provinsi Riau mengaku panik saat goncangan gempa menguncang tempat dia bekerja. Arus lalu lintas di ruas jalan Sudirman di Pasar Pusat Pekanbaru macet total.

Geteran bahkan juga dirasakan di Singapura dan Malaysia . Perantau Minang di berbagai kota , merasakan kepanikan dunsanaknya di kampung. Tiket pesawat dari Jakarta Padang sehari kemarin penuh. Hal serupa juga terjadi pada hari ini dan hari-hari mendatang. Saluran telepon jenis apapun macet total, listrik pun padam hampir di semua kota di Sumbar. Setelah lampu padam, bangunan pun runtuh silih berganti. Puluhan masjid ambruk, sama nasibnya dengan berbagai sekolah. Sebuah sekolah agama di Tanah Datar dilaporkan rata dengan tanah, anak-anak yang berada di dalamnya, mengalami luka-luka serius. Satu orang dilaporkan meninggal dunia.

Ampuni Tuhan
Seorang ibu bersimpuh di tanah, “ampuni kami Tuhan, Allahuakbar.” Ibu itu, menangis, menengadahkan tangannya ke langit, di tengah gempa kuat yang mengguncang tanah tempat ia semula berdiri. Pekikkan panjang terdengar di mana-mana. Kota Solok, menjelang tengah hari itu, benar-benar panik. Di Padang, seorang pegawai kantor gubernur dibopong karena ping­san. Seorang ibu hamil di Bank Nagari Sumbar, terus meneriakkan Allahuakbar sembari berlari.

Masih di Padang, ribuan anak SMP 8, berdiri di halaman sekolahn­ya. Wajah mereka pucat pasi. Guru agamanya, Muhammad Kosim, mengajak anak didik ini, untuk membacakan Asma Allah. Anak-anak itu, lantas melihat awan putih berjalan di langit. Awan itu membentuk huruf “Allah” tak lama kemudian berubah menjadi kalimat “Muhammad” Sementara di jalan-jalan utama Padang , warga saling berebut memacu kendaraannya. Untung kemudian, petugas polisi dan pemadam kebakaran cepat tanggap, memberi kabar kepada warga kota , tsunami takkan datang karena pusat gempa ada di Tanah Datar.

Di Bukittinggi kepanikan merentang panjang. Seorang ibu dari Sungai Puar, melahirkan di jalan depan RSAM Bukittinggi. Ia melahirkan di jalan dan dijahit di jalan. Ibu dan anaknya sela­mat. Lima orang anak sekolah stres, lalu pingsan. Di Batusangkar dan desa-desa sekitarnya, seperti juga di Bukit­tinggi dan Padang Panjang, warga panik. Kepanikan warga di Batusangkar, benar-benar luas biasa. Bahkan, mereka sempat lari ke Guguak Katitiran karena beredar isu air akan naik.

Air memang naik, tapi di Danau Singkarak. Air naik setinggi empat meter dalam beberapa menit. Kepanikan warga di tepian danau ini, tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Di Payakumbuh, hal serupa juga terjadi. Seorang warga tewas. Warga dilanda kepanikan, bingung, stress dan teramat takut. Pegawai kantor bupati, melompat keluar, meninggalkan semua peker­jaannya. O tim