Wednesday, November 30, 2005

Profil Ketua Yayasan Peduli Muslim Nias

Muhammad Yusuf Sisus Lõmbu: Terobat Rindu Bila Bertemu Ononiha

Jakarta (NiasIsland.Com), Jum'at, 30/Nov/2005
Artikel dan Foto: NiasIsland.Com

Suatu ketika di bulan Juni 2003 yang lalu, niasisland.com (NIC) menerima email dari seorang netters, bernama Muhammad Yusuf Sisus. Melalui email tersebut, ia memperkenalkan diri sebagai ononiha bermarga Lõmbu. Itulah awal komunikaksi kami (NIC) dengan Yusuf, demikian ia biasanya dipanggil. Ia ternyata netters yang setia mengunjungi (NIC).

Sosok pria kelahiran Padang ini seperti orang Nias pada umumnya, tidaklah terlampau tinggi dan kulitnya berwarna kuning langsat. Penampilannya tenang tapi ’hangat’. Tutur katanya santun dan ramah. Simak warna-warni kehidupannya di bawah ini, seperti disampaikannya kepada NIC dalam beberapa kesempatan.

Haji Muhammad Yusuf Sisus Lõmbu, MSi., saat ini dipercaya oleh Direksi PT Jamsostek (Persero) menjadi Direktur Utama Dana Pensiun Karyawan Jamsostek sejak 12 Nopember 2004. Sebelumnya ia menjabat Kepala Biro Perlengkapan dan Sarana PT Jamsostek (Persero). Yusuf sudah bekerja sejak 1 Juni 1979 di perusahaan BUMN yang memberi perlindungan kepada tenaga kerja itu. Ia tinggal di Komplek Astek Serpong, Tangerang bersama seorang isteri bernama Hajjah Noverlemi Paraman (asal Solok, Sumbar), tiga orang anak, yaitu Ulfah Yusuf (26), Luthfi Yusuf (23), dan Ihsan Yusuf (18) beserta seorang cucu. Ulfah Yusuf dan Luthfi Yusuf sudah berumah tangga.

Seratus Persen Berdarah Nias

Dalam setiap kesempatan berkomunikasi dengan NIC, baik melalui telepon maupun ketika bertemu langsung, Yusuf sangat senang mengetahui banyak tentang Nias. Keingin-tahuan Yusuf tentang Nias, tak salah, karena dalam tubuhnya mengalir darah Nias. Ayahnya bermarga Lõmbu dan ibunya bermarga Zai, kedua-duanya lahir di Padang. Ikuti penuturannya di bawah ini.

Saya sendiri orang Nias kelahiran Padang 11 Oktober 1952. Nama kecil saya Sisus dan nama Nias saya Haogödödö Lömbu. Nama Sisus ini saya pakai dari SD sampai SLTA. Kemudian pada saat saya kuliah di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (1972 s/d 1976), Prof Ibrahim Hosen, Rektor PTIQ waktu itu menambah nama saya dengan Muhammad Yusuf, sehingga lengkapnya Muhammad Yusuf Sisus. Nama Haogödödö Lömbu dipakai kalau kami sembahyang (menyembah aju-aju) sebelum saya masuk Islam. Saya masuk Islam (tobali ndawa) 31 Desember 1964.

Ayah saya bernama B. Lava Lömbu, lahir di Padang dan semasa hidup beliau bekerja sebagai karyawan PN Pelabuhan Teluk Bayur. Ibu saya bernama Upik Zai, juga Nias kelahiran Padang. Ibu saya meninggal tahun 1959 sedangkan ayah meninggal 1975. Kami pernah diberi silsilah keluarga yang berasal dari Nias, tetapi hilang entah kemana. Kakek saya (ayah dari ayah saya) lahir di Nias (Sogaeadu?) lalu merantau ke Padang. Dapat jodoh dengan orang Nias kelahiran Padang, yaitu Korosi Zai. Kakek dan nenek dari pihak ibu saya, juga orang Nias kelahiran Padang, yaitu Maun Zai dan Umi Gulö. Jadi kalau diperhatikan kakek nenek saya, maka saya ini 100% berdarah Nias, hanya saja tidak lahir di Pulau Nias. Boleh dipanggil Ama Ulfah. Saya mengerti bahasa Nias, tetapi tidak lancar menggunakannya. Hal ini mohon dimaklumi, karena lingkungan saya dominan orang Minang dan ayah ibu bila bicara dengan kami menggunakan bahasa Indonesia campur Padang.

Saya anak pertama dalam keluarga. Adik saya ada empat orang, satu laki-laki bernama Eddy Ansyori (Islam, isterinya orang Jawa, tinggal di Bekasi Barat) dan tiga perempuan, yaitu Yusna, Ingin Ati dan Lusia (ketiganya beragama Katholik, suami mereka orang Nias, saat ini tinggal di Padang).

Rindu Tanah Leluhur

Lingkungannya (di Padang) mengetahui benar kalau Yusuf orang Nias. Di mana-mana ia selalu memperkenalkan diri sebagai orang Nias. Karena ia belum pernah ke Nias, tak jarang ia memberi jawaban yang kurang memuaskan bila ada yang menanyakan tentang Nias. Ia sebenarnya ingin ke Nias melihat tanah leluhur, tapi kendalanya adalah waktu.

Apabila bertemu dengan ononiha, ia sangat senang bertutur dalam bahasa Nias. Ketika NIC berkunjung ke kantornya di Gedung Jamsostek Jakarta, ia berujar merendah ”Maaf ya.. kalau bahasa Nias saya kurang baik” Padahal untuk sekelas ononiha yang tidak pernah ke pulau Nias, maka bahasa Nias dari Yusuf termasuk baik. Ia pun memanggil kami sebagai talifusõ. Ditanya mengenai keinginannya mengunjungi Nias, Yusuf menyampaikan kepada NIC:

”Sebagai orang Nias, pasti ada kerinduan saya dengan tanah leluhur Tanö Niha. Dulu sewaktu saya tugas selaku Kepala Cabang Jamsostek di Jambi, ada rencana ke Nias. Saya diberitahu Bapak Haji A Bidawi Zuber, Kakanwil Depag Sumut waktu itu, bahwa tanggal 6 Januari 1996 akan dilaksanakan MTQ Tk I Sumut di Gunung Sitoli. Bapak Haji A Bidawi Zuber adalah dosen saya di PTIQ dan beliau juga orang tua angkat saya. Saya senang sekali mendapat informasi tersebut. Saya pun mengontak abang Bassir‘s Tandjung (mantan Waka Polres di Nias). Akan tetapi saya batal ke Nias karena menjelang akhir Desember 1995 saya menerima Surat Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero), saya dimutasi ke Biro Litbang Kantor Pusat di Jakarta. Saya tidak tahu apakah keinginan saya ke Nias ini akan terwujud pada suatu masa kelak? ”


Animisme Dan Ononiha Di Padang

Yusuf, dari kecil sampai remaja, dibesarkan di Padang. Banyak hal dan cerita dimasa kecilnya yang masih dapat diingatnya tentang ononiha. Berikut penuturannya kepada NIC tentang kebiasaan dan perkembangan orang Nias di Padang dahulu kala.

Seingat saya, keluarga kami adalah keluarga Nias terakhir di Padang yang menganut paham animisme. Ayah saya menyebutnya agama “asli”. Dulu, sewaktu kami masih menganut agama asli itu, hanya ada seorang “gere” (bahasa Nias, imam). Kalau tak keliru, nama beliau Kabu’u. Beliau hanya memimpin upacara sembahyang yang besar. Sembahyang besar itu biasanya kalau ada penggantian atau perbaikan terhadap ’adu-adu’ (patung, biasanya untuk disembah) yang rusak. Tapi kalau sembahyang biasa, cukup asisten saja yang memimpin sembahyang. Salah seorang asisten itu adalah ayah saya. Bacaan gere yang masih saya ingat adalah : “Adu-adu salawa mbanua..., ma’andrö khöu ....” Ah panjang bacaannya, saya tak hafal. Dulu, orang Nias banyak berdomisili di Pasar Usang dan Tanjung Basung, yang terletak antara Padang dan Pariaman.

Konon kabarnya, nenek moyang saya itu naik perahu dari Pulau Nias, lalu terdampar di pantai barat Sumatera Barat. Mereka hidup bertani dan menjadi nelayan. Orang Nias termasuk yang ditakuti di Padang dan sekitarnya karena punya ’ilmu hitam’. Angku Nokoe Zai (kakak dari ibu ayah saya), termasuk orang Nias yang disegani di Tabing. Banyak pula orang Nias yang menjadi dukun, di antaranya ayah saya sendiri.

Kakek saya dari pihak ibu, saya panggil angku Maun Zai, beliau pintar membuat adu-adu. Adu-adu itu berbentuk patung orang, tingginya sekitar 30 cm, terbuat dari kayu madang. Ada kemiripan bentuk dengan ’adu zatua’ yang dimuat dalam photo gallery NiasIsland.com. Sejak tahun 1967, kakek saya memeluk agama Kristen Katholik dan diikuti oleh semua keluarga dekat lainnya. Sedang famili kami yang lain (orang Nias, tapi tidak satu rumpun keluarga dengan kakek saya) kebanyakan mereka itu memeluk agama Kristen Protestan yang tergabung dalam gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP). Sewaktu saya pulang ke Padang beberapa tahun lalu, saya tidak melihat lagi adu-adu di rumah keluarga.

Bagi kalangan Nias di Padang masih memakai adat istiadat Nias, terutama bila ada pernikahan atau kematian. Hanya saja sudah disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dan kondisi lingkungan setempat. ’Si öfa ahe’ jarang keluar, kini diganti dengan ayam. Minuman ’sofi’ masih ada, begitu juga ’tawuo’ yang dipersembahkan untuk ’Tuo Kafo’ dan pejabat adat masih dilestarikan. Acara adat yang berjam-jam itu memakai bahasa Nias. Saya sering dengar mereka mengucapkan : “He ira ama, ...”.

Ada beberapa hal yang saya perhatikan, antara lain : Ono niha yang di Padang kebanyakan berpendidikan rendah, hidup bertani dan tinggal di bukit-bukit, termasuk keluarga saya yang tinggal di Bukit Karan, Rawang – Padang Selatan. Hal ini disebabkan faktor ekonomi serta rendahnya kesadaran menuntut ilmu, sehingga sedikit sekali yang tinggal di Kota dan mengenyam pendidikan tinggi. Malah saya lihat, Ono Niha asli dari Gunung Sitoli yang menetap di Padang, banyak yang maju-maju. Sebenarnya kalau kita punya cita-cita tinggi dan sungguh-sungguh, insya Allah ada jalan untuk maju. Where there’s a will, there’s a way.

Dapat saya tambahkan bahwa di Padang itu ada Kampung Nias, tetapi tak satupun keluarga Nias yang tinggal di sana. Kemudian dekat gereja BNKP terdapat Jalan Hiligo’o; kalau tak salah artinya Bukit Ilalang.

--- oOo ---

Jamsostek dan Dana Pensiun

Karir Yusuf di PT. Jamsostek, –dahulu Perum Astek dan PT. Astek-, dimulai sebagai staff pada tahun 1979. Seiring dengan karirnya yang menanjak, dia telah mendapatkan penugasan di berbagai tempat dan bidang. Ia pernah beberapa kali menjabat sebagai Kepala Cabang Jamsostek di pulau Jawa, Sumatera dan Jakarta. Ia juga pernah ditempatkan di bagian penelitian dan pengembangan.

Dua hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 28 September 2005, M. Yusuf Sisus sebagai Direktur Utama Dana Pensiun Karyawan Jamsostek terpilih sebagai Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Komisariat Daerah (KOMDA) III Jakarta 2 masa bakti 2005 – 2009. Rupanya, 40 anggota ADPI KOMDA III Jakarta 2 menginginkan Ono Niha kelahiran Padang ini menjadi Ketua. ADPI sendiri mempunyai anggota 244 Dana Pensiun (yang didirikan oleh perusahaan pemberi kerja).

Ustadz Dan Pengurus Al-Maghfirah

Karena Yusuf sempat mendalami agama Islam, - bersekolah di SLTP sampai dengan perguruan tinggi dengan jurusan agama-, kadang kala ia dipanggil ustadz dan diundang memberi ceramah. Ia juga saat ini, dipercaya sebagai Ketua Yayasan Al-Maghfirah di Mesjid yang berada di kantornya PT. Jamsostek Jakarta.

Inilah Jalan Hidup Saya

Kalau mencermati perjalanan hidupnya, maka Yusuf memiliki pengalaman yang banyak dan unik. Keunikan itu karena adanya ”penyimpangan” dari kebiasaan orang pada umumnya. Umumnya, orang Nias lahir di pulau Nias tapi Yusuf lahir di Padang. Berikutnya, kalau orang Nias asosiasinya biasanya Kristen, tapi Yusuf Islam. Ia bersekolah dengan jurusan agama, yang semestinya ia jadi guru agama; tapi Yusuf justru bekerja di perusahaan asuransi yang biasanya berlatar-belakang pendidikan akuntansi, asuransi atau keuangan. Kemudian ia memperoleh sarjana S2 jurusan Ilmu Administrasi Publik, yang biasanya jadi camat atau jadi bupati, tapi Yusuf tidak bekerja di pemerintahan daerah.

”Inilah jalan hidup saya” katanya mengomentari perjalanan hidupnya itu.


Terobat Rindu Dalam Kalbu

Dalam salah satu tulisannya, Yusuf mengungkapkan perasaanya tentang kunjungan NIC ke kantornya.

”Saya bersyukur kepada Allah, ada talifusö yang mengontak saya bahkan datang ke kantor saya yang amat sederhana itu. Terobat juga kerinduan dalam kalbu. Ebua dödögu, me noa tohare ya’ami ba nahagu. Saohagölö sabölö. Lö’ö olifu do da’ö.”

(amc)
--- ooOoo---

DATA DIRI


H. MUHAMMAD YUSUF SISUS LÕMBU, M.Si.

Nama Khas Nias: HAOGÕDÕDÕ LÕMBU
Nama Panggilan Waktu Kecil: SISUS
Nama Panggilan Sekarang: AMA ULFAH atau YUSUF


Tempat dan tanggal lahir: Padang, 11 Oktober 1952
Alamat rumah: Komplek ASTEK, Jalan. Informasi No. 139, Lengkong Gudang Timur, Serpong Tangerang 15321


Isteri: Hajjah Noverlemi Paraman, orang Solok, Sumbar.
Anak:
1. Ulfah Yusuf, SE (26)
2. Luthfi Yusuf (23)
3. Ihsan Yusuf (18)

Cucu:
Chairunnisa (1)

Ayah: B. Lava Lõmbu, kelahiran Padang
Ibu: Upik Zai, kelahiran Padang

Saudara Laki-laki :
Eddy Ansyori (Bekasi)

Saudara Perempuan:
1. Yusna (Padang)
2. Ingin Ati (Padang)
3. Lusia (Padang)

PENDIDIKAN
1. Sarjana S2 (M.Si.) Ilmu Administrasi Publik Universitas Indonesia, 1998
2. Sarjana S1 – Agama (SAg.), Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Univ. Muhammadiyah Jambi, 1995
3. Sajana Muda (BA), Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, 1976
4. PGA Negeri 6n Tahun Padang 1971
5. SD Negeri No. 16 Teluk Bayur, Padang, 1965

RIWAYAT PEKERJAAN DI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)
1. Direktur Utama Dana Pensiun Karyawan Jamsostek Jakarta, 2004 - Sekarang
2. Ka Biro Perlengkapan Dan Sarana Kantor Pusat, Jakarta 2001 – 2004
3. Ka Cabang Setiabudi Jakarta, 1999-2001
4. Peneliti di Litbang Kantor Pusat, 1996 – 1999
5. Ka Cabang Jambi, 1993 – 1995
6. Ka Cabang Surakarta Solo, 1991 – 1993
7. Ka Cabang Pekalongan 1989 – 1991
8. Mulai bekerja di PT Jamsostek (d/h Perum ASTEK dan PT ASTEK), 1 Juni 1979.

(amc)